Senin, 29 Mei 2017

SUKU OSING

AGAMA-AGAMA LOKAL
Suku Osing” 

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Lokal

Disusun Oleh :
Nadya Qurotu A’yunia Imaz (11150321000044)

Perbandingan Agama (B)
Dosen Pembimbing : Siti Nadroh, MA
logo uinjkt.jpeg


FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG
Pembahasan kali ini mengenai Suku yang berada di Wilayah Banyuwangi yaitu Suku Osing. Orang Osing atau Using berdiam secara menyebar di Kecamatan Giri, Glagah, Kabat, Rogojampi, Banyuwangi, Singojuruh, Genteng dan Srono dalam wilayah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Mereka menganggap diri sebagai penduduk asli di wilayah tersebut. Asal usul mereka sebenarnya adalah keturunan rakyat Kerajaan Blambangan yang mengasingkan diri pada zaman Majapahit. Mereka boleh dikatakan masih bagian dari suku bangsa Jawa. Nama Osing diberikan oleh penduduk pendatang yang menetap di daerah itu pada abad ke-19. Kata Osing atau Using berarti tidak, hal ini menunjukkan sikap mereka  yang menolak pengaruh dari luar pada zaman dulu

  1. RUMUSAN MASALAH
  1. Bagaimana sejarah dan asal usul Suku Osing
  2. Bagaimana sistem kepercayaan Suku Osing
  3. Bagaimana tradisi dan upacara adat Suku Osing
  4. Apa saja kesenian yang ada pada Suku Osing
  5. Bagaimana bahasa Suku osing

  1. TUJUAN
  1. Mengetahui sejarah dan asal-usul Suku Osing
  2. Mengetahui Sistem Kepercayaan Suku Osing
  3. Mengetahui tradisi dan upacara adat Suku Osing
  4. Mengetahui kesenian yang ada pada Suku Osing
  1. Mengetahui bahasa yang di gunakan oleh Suku osing


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Letak Geografis
Sumber : http://bangkitbanyuwangi.com/about-banyuwangi/

Suku Osing terletak di Jawa Timur dan kurang lebih menempati separuh dari wilayah Banyuwangi. Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur di Indonesia. Kabupaten ini terletak di wilayah ujung paling timur pulau Jawa. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Situbondo. Sebelah timur berbatasan dengan selat Bali. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Hindia. Dan sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Jember dan kabupaten Bondowoso.
Pelabuhan Ketapang menghubungkan pulau Jawa dengan pelabuhan Gilimanuk di Bali. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi dan merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Banyuwangi yang masih memiliki budaya asli suku Using yakni Desa Kemiren, kecamatan Glagah, dan kabupaten Banyuwangi. Wilayah desa Kemiren termasuk dari daerah daratan yang banyak sumber-sumber air atau yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai belik

  1. Sejarah Suku Osing
http://akucintanusantaraku.blogspot.co.id/2014/02/bahasa-osing-dan-kamus-bahasa-osing.html

Suku Osing adalah penduduk asli dari Banyuwangi atau juga disebut sebagai “wong Blambangan” yang telah menjadi penduduk mayoritas. Osing lahir akibat runtuhnya kerajaan Majapahit. Pada waktu itu orang-orang Majapahit mengungsi kebeberapa tempat, yaitu lereng gunung Bromo (suku Tengger), Blambangan (suku Osing) dan Bali, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1478 M. Kerajaan yang didirikan oleh masyarakat Osing adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu-Budha.
Sejarah Suku Osing diawali pada akhir masa kekuasaan Majapahit sekitar tahun 1478 M. Perang saudara dan Pertumbuhan kerajaan-kerajaan islam terutama Kesultanan Malaka mempercepat jatuhnya Majapahit. Setelah kejatuhannya, orang-orang majapahit mengungsi ke beberapa tempat, yaitu lereng Gunung Bromo (Suku Tengger), Blambangan (Suku Osing) dan Bali. Kedekatan sejarah ini terlihat dari corak kehidupan Suku Osing yang masih menyiratkan budaya Majapahit. Kerajaan Blambangan, yang didirikan oleh masyarakat osing, adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu-Budha seperti halnya kerajaan Majapahit. Bahkan Mereka sangat percaya bahwa Taman Nasional Alas Purwo merupakan tempat pemberhentian terakhir rakyat Majapahit yang menghindar dari serbuan kerajaan Mataram.
Dalam sejarahnya Kerajaan Mataram Islam tidak pernah menancapkan kekuasaanya atas Kerajaan Blambangan, hal inilah yang menyebabkan kebudayaan masyarakat Osing mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dibandingkan dengan Suku Jawa. Suku Osing mempunyai kedekatan yang cukup besar dengan masyarakat Bali, hal ini sangat terluhat dari kesenian tradisional Gandrung yang mempunyai kemiripan dengan tari-tari tradisional bali lainnya, termasuk juga busana tari dan instrumen musiknya. Kemiripan lain tercermin dari arsitektur bangunan antar Suku Osing dan Suku Bali yang mempunyai banyak persamaan, terutama pada hiasan di bagian atap bangunan.
  1. Sistem Kepercayaan
Pada awal terbentuknya masyarakat Osing, kepercayaan pertama suku Osing adalah ajaran Hindu-Budha seperti halnya Majapahit. Seiring dengan berkembangnya kerajaan Islam di Pantura menyebabkan agama Islam menyebar dengan cepat dikalangan suku Osing, sehingga pada saat ini agama masyarakat Osing sebagian besar memeluk agama Islam. Selain agama Islam, masyarakat suku Osing juga masih memegang kepercayaan lain seperti Saptadharma yaitu kepercayaan yang kiblat sembayangnya berada di timur seperti orang Cina, Pamu (Purwo Ayu Mandi Utomo) yaitu kepercayaan yang masih bernafaskan Islam. Sistem religi yang ada di masyarakat Osing ada yang mengandung unsur Animisme, Dinamisme, dan Monotheisme.

  1. Tradisi dan Upacara Adat
  1. Tradisi Tumpeng Sewu
https://www.bangsaonline.com/berita/26266/tradisi-tumpeng-sewu-kemiren-digelar-seminggu-sebelum-hari-raya-idul-adha

Tumpeng Sewu merupakan ritual adat selamatan massal yang telah berlangsung turun-temurun pada suku Osing di Desa Kemiren, sebagai ungkapan rasa syukur atas rezeki yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa yang mereka terima selama satu tahun.
Tumpeng Sewu artinya tumpeng yang jumlahnya seribu Disebut demikian karena biasanya setiap kepala keluarga mengeluarkan tumpeng minimal satu. Sedangkan di desa yang berjarak sekitar 5 km dan kota Banyuwangi itu dihuni 1.025 kepala keluarga.
Tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala (menghindarkan dari segala bencana dan sumber penyakit). Menurut sesepuh adat apabila ritual itu ditinggalkan, maka akan berdampak buruk kepada masyarakat Desa Kemiren, sehingga warga Osing menjaga tradisi itu hingga turun temurun.

  1. Tradisi Mepe Kasur
http://www.banyuwangibagus.com/2014/10/tradisi-suku-osing-banyuwangi.html

Ada tradisi unik yang selalu dilakukan masyarakat adat Using di Banyuwangi, Jawa Timur, setiap menjelang Hari Raya Idul Adha Yakni tradisi mepekasur, atau menjemur kasur Tradisi mepe kasur dilakukan setiap awal bulan Dzulhiiah dalam kalender Jawa dan lslam Tetapi harus dilakukan di malam Senin atau Jumat.
Tradisi Mepe Kasur ini merupakan bagian tak terpisah dari tradisi selamatan desa yang disebut Tumpeng Sewu Jika Tumpeng Sewu dilakukan pada malam hari, maka tradisi Mepe Kasur dilakukan pada pagi sampai siang harinya.
Pada siang hari sebelum dilakukan tradisi Tumpeng Sewu, warga desa Kemiren melakukan ritual menjemur kasur (mepe kasur) secara massal Ratusan kasur itu dijemur berderet-deret sepanjang jalan. Mepe kasur dimulai sejak pukul 07.00 WIB hingga sinar matahari meredup.
Cara menjemur kasur memang tidak berbeda dengan di tempat lain Kasur di tempatkan di depan rumah atau pinggi rjalan, di bawah teriknya matahari. Pada saat tertentu, ibu-ibu akan memukul-mukul kasur dengan rotan untuk menghilangkan debu yang melekat Yang unik, semua kasur berwarna sama, yakni hitam dan bertepi merah.

  1. Tradisi Sunat (Koloan)
 
http://travel.kompas.com/read/2014/04/15/0705417/Ritual.Khitan.di.Banyuwangi.Kepala.Ditetesi.Darah.Ayam

Suku Osing di Kecamatan Glagah, Banyuwangi mempunyai tradisi sunat atau khitan bagi anak-anaknya. Mereka yang akan disunat wajib menjalani ritual khusus yang disebut Koloan. Koloan artinya jebakan. Ritual Koloan dilakukan agar si anak siap karena pada umumnya seorang anak takut kalau disunat.
Dalam tradisi Koloan, sang anak yang akan dikhitan harus ditetesi darah ayam. Dengan dipimpin oleh seorang pemimpin ritual, si anak yang bertelanjang dada duduk di atas kursi kayu kecil, di depannya terdapat beberapa sesaji. Si pemimpin ritual lalu akan berdoa dalam Bahasa Osing sambil mengusapkan bedak di wajah si anak. Kemudian seekor ayam jago warna merah disembelih. Ayam yang dipilih harus berbulu merah dan belum kawin. Darah segar yang keluar dar leher ayam diteteskan di atas kepala si anak dalam beberapa menit hingga ayamnya mati.
Setelah itu si anak dibawa ke sungai dan dimandikan. Saat melangkah, si anak juga harus melewati benang yang diletakkan melintang di tanah. Bagi anak yang akan disunat, setelah mengikuti ritual Koloan ia tidak lagi merasa takut saat akan disunat.
Seorang pemimpin ritual Koloan, menyembelih ayam merupakan simbol pengorbanan seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim yang mengorbankan anaknya Nabi Ismail Harapannya setelah disunat nantinya si bocah bisa berbakti pada orangtuanya dan meneladani Nabi Ibrahim dan Ismail. Selain itu juga diharapkan agar setelah melakukan pengorbanan semuanya bergalan dengan lancar dan tidak ada halangan.

  1. Upacara Perkawinan
http://kabarinews.com/utama-3-tradisi-unik-suku-osing-banyuwangi/56353

Masyarakat suku Osing di Banyuwangi mempunyai tradisi perkawinan yang terpengaruh gaya Jawa, Madura, Bali, bahkan pengaruh dari suku lain di luar Jawa dalam hal gaun pengantinnya. Di lingkungan masyarakat suku Osing Banyuwangi berlaku adat perkawinan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
(1) tahap perkenalan;
(2) tahap meminang
(3) tahap peresmian perkawinan.
Selain dari tahap-tahap tersebut, masyarakat suku Osing Banyuwangi juga mengenal adat perkawinan yang cukup menarik, yaitu Adu Tumper dan Perang Bangkat.
  1. Kawin Colong
Kawin Lari atau dalam istilah Suku Osing disebut Kawin Colong adalah sebuah tindakan yang dilakukan sepasang kekasih dengan alasan – alasan tertentu. Dua hal yang umumnya menjadi penyebab terjadinya Kawin Colong adalah restu yang tak kunjung didapat dari orang tua dan sang perempuan yang dijodohkan dengan orang lain. Jika hal ini terjadi, maka pihak laki – laki akan mengambil tindakan untuk melakukan Kawin Colong. Meskipun begitu, Kawin Colong mengharuskan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang terlibat, tidak boleh dilakukan tanpa adanya persetujuan dari salah satu pihak.
Prosesi pelaksanaan Kawin Colong adalah; sang pria akan diam – diam menculik si perempuan, lalu membawa ke rumahnya dan tinggal di sana. Dalam waktu kurang dari 24 jam, sang lelaki harus mengirimkan seorang Colok untuk bertemu dengan kedua orang tua perempuan. Kawin Colong dalam praktiknya melibatkan pihak ketiga yang bernama Colok. Colok  akan bertugas untuk menyampaikan pada kedua orangtua sang perempuan bahwa putrinya sedang berada dalam prosesi Kawin Colong.
Colok adalah seorang penengah yang akan menjadi perwakilan pihak pria untuk meminta izin kepada kedua orang tua pihak perempuan. Colok berfungsi sebagai penyampai pesan bahwa sang perempuan sedang berada dalam prosesi Kawin Colong. Syarat untuk menjadi seorang Colok adalah sosok yang dituakan dan disegani oleh masyarakat dan bisa menjadi pendamai atau pun penenang bagi keluarga sang perempuan.  Setelah kedua orang tua perempuan diberitahu, maka mereka yang semula kurang setuju akan melakukan pembicaraan untuk merundingkan pernikahan sang anak. Selang beberapa saat dari prosesi tersebut, maka sang laki – laki dan perempuan yang melakukan Kawin Colong akan dinikahkan.
Di sini, peran seorang Colok benar – benar krusial dan menjadi penentu dari hubungan sepasang kekasih yang melakukan Kawin Colong. Karena itu, umumnya yang menjadi Colok adalah mereka yang memiliki wibawa, kharisma dan kemampuan untuk meluluhkan hati para orang tua agar menyetujui pernikahan kedua anak.
Tradisi yang unik ini jarang berakhir sebagai persoalan, karena masyarakat Banyuwangi mengapresiasi sebagai bagian dari adat dan tradisi yang perlu dipertahankan. Meskipun belakangan ini praktek Kawin Colong sudah semakin berkurang, tradisi ini merupakan sesuatu yang cukup khas dan menjadi daya Tarik sendiri dalam masyarakat suku Osing yang ada di Banyuwangi.

  1. Kesenian Suku Osing
 
http://www.gobanyuwangi.com/desa-adat-osing

Suku Osing banyak memiliki kesenian yang unik dan sarat akan magis. Kesenian suku Osing adalah kesenian yang memiliki keaneragaman corak budaya, sebab dalam keseniannya suku Osing banyak dipengaruhi oleh Bali, akan tetapi corak keseniannya juga dipengaruhi oleh Madura dan Eropa. Kesenian suku Osing diantaranya adalah :
  1. Tarian yaitu tari gandrung door, tari jejer dawuh, tari jejer gandrung, tari sumber wangi, tari padang wulan, tari jaran goyang, tari kunthulan, tari barong, tari seblang, tari jengger, tari jaran kecak.
  2. Lagu daerah yaitu padang wulan, jejer gandrung, jaran ucul.
  3. Seni musik dan instrumen musik yaitu angklung caruk, angklung paglak, karawitan, selentem, peking, gong, ketuk, kluncing, biola, sason, saron, gamelan Osing.
  1. Bahasa Suku Osing
Bahasa asli suku Osing merupakan turunan langsung dari bahasa Jawa kuno, namun dialek bahasa Osing berbeda dengan bahasa Jawa. Bahasa Osing mengenal sistem ajaran yang khas yaitu kata-kata yang didahului dengan konsonan (B, D, G) serta di beri sisipan (Y), contohnya : abang menjadi abyang, abah menjadi abyah.
  1. Kondisi Suku Osing Saat Ini
Awalnya, upaya untuk membangkitkan keosingan di Banyuwangi disambut gembira oleh masyarakat setempat. Bahasa Osing yang awalnya hanya digunakan oleh komunitas Osing, mulai banyak digunakan oleh masyarakat Banyuwangi lain. Hasan Ali, salah satu tokoh Suku Osing sudah membuat kamus khusus bahasa yang karakter bahasanya dekat dengan bahasa Jawa kuno dan bahasa Bali dengan pengucapan kata "sing". Meskipun ada perbedaan mencolok dengan tidakadanya perbedaan kata dalam kasta tertentu, seperti yang ada di bahasa Jawa dan Bali.
"Semakin banyak orang Banyuwangi yang menggunakan bahasa Osing, karakter Osing pun semakin kentara," kata Hasnan Singodimayan. Pagelaran-pagelaran seni rakyat Osing pun digelar sebagai pertunjukan resmi setiap acara nasional yang diadakan di Banyuwangi. Seperti diketahui, suku ini memiliki produk budaya yang sangat beragam

BAB III
PENUTUP

  1. KESIMPULAN
Suku Osing terletak di Jawa Timur dan kurang lebih menempati separuh dari wilayah Banyuwangi.
Suku Osing adalah penduduk asli dari Banyuwangi yang telah menjadi penduduk mayoritas. Osing lahir akibat runtuhnya kerajaan Majapahit. Pada waktu itu orang-orang Majapahit mengungsi kebeberapa tempat, yaitu lereng gunung Bromo (suku Tengger), Blambangan (suku Osing) dan Bali, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1478 M. Kerajaan yang didirikan oleh masyarakat Osing adalah kerajaan terakhir yang bercorak Hindu-Budha.
Pada awal terbentuknya masyarakat Osing, kepercayaan pertama suku Osing adalah ajaran Hindu-Budha seperti halnya Majapahit, kemudian seiring berjalan waktu masyarakat Osing sebagian besar memeluk agama Islam. Selain agama Islam ada kepercayaan Saptadharma dan Pamu (Purwo Ayu Mandi Utomo). Sistem religi yang ada di masyarakat Osing ada yang mengandung unsur Animisme, Dinamisme, dan Monotheisme.
Tradisi  dan upacara adat suku osing yaitu : Tradisi Tumpeng Sewu, Tradisi Mepe Kasur, Tradisi Sunat (Koloan), Upacara Perkawina, Kawin Colong dan masih banyak lagi.
Kesenian didalam suku Osing yaitu : Tarian yaitu tari gandrung door, tari jejer dawuh, tari jejer gandrung, tari sumber wangi, tari padang wulan, tari jaran goyang, tari kunthulan, tari barong, tari seblang, tari jengger, tari jaran kecak. Lagu daerah yaitu padang wulan, jejer gandrung, jaran ucul. Seni musik dan instrumen musik yaitu angklung caruk, angklung paglak, karawitan, selentem, peking, gong, ketuk, kluncing, biola, sason, saron, gamelan Osing.
Berikut video terkait Suku Osing : 

 
Arak-Arakan Kemantin Suku Osing Kemiren
durasi : 16 menit 30 detik
Video ini berisi kedua mempelai pengantin yang duduk dikereta kuda yang telah dihias bunga dan di arak-arak keliling kampung disertai dengan barongsai yang berwarna kuning yang memiliki arti setelah menikah jangan selingkuh.
 

Tradisi Mepe Kasur
Durasi : 01 menit 14 detik
Video ini berisi ibu-ibu yang sedang menjemur kasur yang berwarna merah hitam didepan rumahnya sambil ditepuk-tepuk bertujuan sebagai lambang tolak bala dan kerukunan rumah tangga.


Tarian Seblang Suku Osing Banyuwangi
Durasi : 02 menit 09 detik
Video ini berisi seorang wanita yang memakai baju kombinasi hijau dan kuning yang akan melakukan tari seblang dan dikepalanya sudah di hias dengan bunga dan dedaunan.


Ritual Tumpeng Sewu
Durasi : 03 menit 11 detik
Video ini menunjukkan masyarakt Suku Osing yang sedang menggelar ritual missal dan ritual tumpeng sewu,


DAFTAR PUSTAKA
http://ragambudayanusantara.blogspot.co.id/2008/09/suku-osing.html, diakses pada tanggal 22 Mei 2017 pukul 21.53
https://kanal3.wordpress.com/2011/08/03/sejarah-suku-osing-banyuwangi/, diakses pada tanggal 22 Mei 2017 pukul 22.13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar